Monyet dan Ayam
Pada suatu zaman,
ada seekor ayam yang bersahabat dengan seekor monyet. Si Yamyam dan si Monmon
namanya. Namun persahabatan itu tidak berlangsung lama, karena kelakuan si
Monmon yang suka semena-mena dengan binatang lain. Hingga, pada suatu petang si
Monmon mengajak Yamyam untuk berjalan-jalan. Ketika hari sudah petang, si
Monmon mulai merasa lapar. Kemudian ia menangkap si Yamyam dan mulai mencabuti
bulunya. Yamyam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. “Lepaskan aku, mengapa kau
ingin memakan sahabatmu?” teriak si Yamyam. Akhirnya Yamyam, dapat meloloskan
diri.
Ia lari sekuat
tenaga. Untunglah tidak jauh dari tempat itu adalah tempat kediaman si
Kepiting. si Kepiting merupakan teman Yamyam dari dulu dan selalu baik padanya.
Dengan tergopoh-gopoh ia masuk ke dalam lubang rumah si Kepiting. Di sana ia
disambut dengan gembira. Lalu Yamyam menceritakan semua kejadian yang
dialaminya, termasuk penghianatan si Monmon.
Mendengar hal itu
akhirnya si Kepiting tidak bisa menerima perlakuan si Monmon. Ia berkata, “Mari
kita beri pelajaran si Monmon yang tidak tahu arti persahabatan itu.” Lalu ia
menyusun siasat untuk memperdayai si Monmon. Mereka akhirnya bersepakat akan
mengundang si Monmon untuk pergi berlayar ke pulau seberang yang penuh dengan
buah-buahan. Tetapi perahu yang akan mereka pakai adalah perahu buatan sendiri
dari tanah liat.
Kemudian si Yamyam
mengundang si Monmon untuk berlayar ke pulau seberang. Dengan rakusnya si
Monmon segera menyetujui ajakan itu karena ia berpikir akan mendapatkan banyak
makanan dan buah-buahan di pulau seberang. Beberapa hari berselang, mulailah
perjalanan mereka. Ketika perahu sampai di tengah laut, Yamyam dan kepiting
berpantun. Si Yamyam berkokok “Aku lubangi ho!!!” si Kepiting menjawab “Tunggu
sampai dalam sekali!!”
Setiap kali
berkata begitu maka si Yamyam mencotok-cotok perahu itu. Akhirnya perahu mereka
itu pun bocor dan tenggelam. Si Kepiting dengan tangkasnya menyelam ke dasar
laut, sedangkan Si Yamyam dengan mudahnya terbang ke darat. Tinggallah Si
Monmon yang berteriak minta tolong karena tidak bisa berenang. Akhirnya ia pun
tenggelam bersama perahu tersebut.
Kelinci Pembohong
Di padang rumput yang
indah dan damai, hiduplah seeor kelinci yang sangat nakal. Setiap hari
kerjaannya hanya mengusili penghuni padang rumput. Pada suatu hari, Si Kelinci
bertemu dengan Pak Kijang.
“saya kerjain saja Pak
Kijang sambil berteriak ‘Pak Singa ngamuk! Pak Singa ngamuk!’ hehehhe..”
pikirnya dalam hati.
Maka sambil larilah, Si Kelinci berteriak “Pak Singa
ngamuk! Pak Singa ngamuk!”, akhirnya Pak Kijang sekeluarga lari tak beraturan
tanpa arah, sampai anaknya terjun ke juran dan mati seketika. Puaslah hati Si
Kelinci, dia tertawa terbahak-bahak.
“Saya kerjain tuh Pak
Kijang, syukurin. Hahaha.. cerdas juga ya saya” sombong Si Kelinci.
Si Kelinci melanjutkan jalan-jalannya sambil mencari
korban berikutnya. Dari kejauhan, Si Kelinci melihat Pak Kerbau. Dia pun
melakukan hal yang sama saperti yang pernah Ia lakukan kepada Pak Kijang.
“Pak Singa ngamuk! Pak
Singa ngamuk!” teriak Si Kelinci.
Tanpa menunggu lama, Pak Kerbau langsung lari
terbirit-birit sampai istri Pak Kerbau yang sedang hamil jadi keguguran. Duka
Pak Kerbau menjadi suka cita bagi Si Kelinci yang nakal.
Pada hari berikutnya, Pak Kijang bertemu dengan Pak
Kerbau, mereka menceritakan kejadian yang telah mereka alami kemarin. Selagi
mereka asyik membahas masalah yang menimpa keluarga mereka yang sudah pasti
disebabkan oleh Si Kelinci, tiba-tiba terdengar teriakan Si Kelici dari
kejauhan. “Tolong! Tolong! ! Saya dikejar-kejar Pak Singa.. Pak Singa ngamuk..
Tolong!” tapi tidak ada yang peduli. “Ah, paling-paling Si Kelinci lagi-lagi
membohongi kita” pikir mereka sambil tertawa melihat Si Kelici.
Dengan sekuat tenaga Si Kelinci melompat-lompat
menghindari kejaran Pak Singa. Tapi apa daya, Pak Singa selalu lebih cepat
darinya. Akhirnya, Si Kelinci mati secara tragis, tubuhnya dikoyak-koyak oleh
Pak Singa dan tidak ada seorang pun dan tidak ada yang peduli padanya.
Miko dan Moni
Pada zaman dahulu di
tengah-tengah hutan yang lebat hiduplah sekelompok binatang. Salah satunya
adalah seekor singa. Singa itu bernama Miko. Miko bisa mengobati
penyakit-penyakit yang diderita binatang lain. Akan tetapi, Miko egois. Miko hanya
mau mengobati penyakit yang diderita binatang lain jika binatang tersebut
membawa makanan untuk Miko. Jika tidak, maka Miko tidak mau mengobati
pasiennya. Miko mempunyai teman yaitu seekor monyet bernama Moni.
Suatu hari, anak Moni jatuh sakit.
Moni mendatangi rumah si Miko agar anaknya dapat diobati.
“Sobat,
anakku sakit. Tolong obati anakku ini.” Pinta Moni.
“Mana
makanannya? Sepertinya kamu tidak membawa makanan?” Kata Miko.
“Maaf
sobat, aku belum sempat membawakan makanan untukmu. Tapi aku janji akan
memberimu makanan setelah kau obati anakku.” Jawab Moni.
“Baiklah,
aku akan mengobati anakmu. Tapi jangan lupa dengan janjimu.” Kata Miko.
“Baiklah,
terima kasih sebelumnya.” Ucap Moni.
Moni pergi dari rumah Miko untuk
mencari makanan sesuai janjinya.
“Emm..
Jika aku mengorbankan binatang untuk kepentinganku, pastinya aku akan dianggap
egois. Tapi aku juga tidak mungkin mengingkari janjiku.” Pikir Moni
Moni bimbang, Moni berfikir bahwa
dia tidak mungkin mengorbankan bintang lain. Tapi disisi lain, Moni harus
melakukan itu demi kesembuhan anaknya. Ketika Moni sedang merenung di bawah
pohon jambu, datanglah seekor kucing.
“Moni
kamu kenapa?” Tanya si kucing.
“Aku
bingung cing. Aku tidak mungkin mengorbankan nyawa binatang lain, tapi aku juga
tidak mungkin mengingkari janjiku apalagi ini demi kesembuhan anakku.” Jawab
Moni.
“Ikuti
kata hatimu Mon.” Kata si kucing sambil pergi meninggalkan Moni.
“Baiklah.”
Sahut Moni.
Moni kembali berfikir. Sampai
akhirnya ia menemukan jawaban yang tepat
dan kembali lagi ke rumah Miko.
“Aku
datang lagi sesuai janjiku Miko” Kata Moni.
“Ya..
Tapi mana makanannya? Aku sudah lapar” Kata Miko.
“Makanlah
aku Mik, aku bersedia kau makan demi kesembuhan anakku.” Kata Moni.
“Apa??
Tidak mungkin aku memakan kamu Mon.” Sahut Miko.
“Tidak
apa-apa, aku sudah berjanji untuk memberimu makanan setelah kamu mengobati
anakku” Kata Moni.
“Tidak
Mon, aku tidak mungkin memakanmu. Aku merasa sangat egois bila harus memakanmu.
Aku tidak akan memakanmu Mon.” Kata Miko.
“Sungguh??
Apa kau yakin dengan keputusanmu Miko??” Tanya Moni.
“Ya
aku yakin sekali” Jawab Miko.
“Terima
kasih Miko, kau telah membantuku mongobati anakku.” Kata Moni.
“Aku
salut denganmu Moni. Aku akan sangat malu bila aku memakanmu.” Kata Miko.
Akhirnya, sejak saat itu si Miko
tidak lagi meminta makanan pada pasiennya. Sekarang si Miko melayani pasiennya dengan ikhlas,
tanpa imbalan apapun.
Paman Belalang yang Baik Hati
Dahulu
kala di tengah-tengah hutan yang sangat lebat di atas bukit terdapat sebuah
desa yang dihuni oleh beraneka ragam serangga. Mereka hidup tenteram, rukun,
dan damai. Ada keluarga kupu-kupu yang tinggal di atas pohon. Pak Kumbang dan
keluarganya yang tinggal di dalam sarang yang tergantung di dahan pohon besar.
Kakek Cacing yang selalu membuat rumah di lubang tanah. Sekelompok semut hitam
dan semut merah yang sarangnya saling berdekatan, Bapak Laba-laba yang mempunyai
rumah jaring. Ibu Kecoa yang menempati sebuah sepatu bot, sebuah sepatu bekas
milik manusia yang telah terbuang.
Hampir
setiap malam mereka berkumpul bersama, berpesta, menari, dan bergembira Mereka
saling berbagi makanan kecuali seekor belalang yang selalu hidup menyendiri. Ia
hanya memandang keramaian dari depan rumahnya. Tingkah belalang itu sangat
aneh, ia malu karena ia telah kehilangan sebuah kakinya. Kakek Cacing pernah
bercerita, Paman Belalang setahun yang lalu telah kehilangan kakinya akibat ia
berkelahi dengan seekor burung yang hendak memangsanya. Sehari-hari Paman
Belalang hanya duduk termenung meratapi kakinya yang hilang. Paman Belalang
merasa sudah tidak berguna lagi karena telah kehilangan kakinya yang sangat
berharga. Lodi si anak semut merah dan Roro si anak semut hitam sangat prihatin
melihat hidup Paman Belalang. Suatu hari ketika Lodi dan Roro sedang
berjalan-jalan di tepi sungai, tiba-tiba mereka melihat Paman Belalang sedang
asyik membuat sebuah perahu kecil yang terbuat dari ranting pohon dan daun
kering. “Wahhhh… perahu buatan paman bagus sekali,” puji Roro. Paman Belalang
tersenyum, lalu tiba-tiba ia mengajak Lodi dan Roro naik ke dalam perahu
miliknya. Lodi dan Roro saling bertatapan, mereka tidak menyangka ternyata
Paman Belalang sangat baik dan ramah. Paman Belalang mengeluarkan sebuah gitar
tua lalu ia mulai bernyanyi sedangkan Lodi dan Roro menari-nari mengikuti irama
gitar milik Paman Belalang.
“Ya
ampun, jahat sekali kodok-kodok itu!” Bisik Roro ketakutan. Paman Belalang,
Lodi, dan Roro diam-diam mendengarkan percakapan kedua kodok itu dari dalam
perahu mereka yang bersembunyi di balik bunga teratai. Benar saja, ternyata
kedua kodok itu mempunyai rencana jahat nanti malam. Mereka tahu jika hampir
setiap malam di desa serangga selalu mengadakan pesta. Kodok itu pun berencana
akan merusak pesta dan memangsa anak-anak serangga yang berada di sana.
Mendengar hal itu Paman Belalang cepat-cepat memutar balik arah perahu
miliknya, lantas mereka bertiga kembali ke desa. “Ayo kita pulang dan beri tahu
serangga tentang rencana itu”, jelas paman. Perahu yang paman kemudikan itu
berlayar sangat cepat menuju desa. Setiba di sana Paman Belalang segera
menceritakan rencana jahat sang kodok yang mereka dengar tadi.
“Benarkah
cerita itu?” Tanya Kakek Cacing yang dituakan oleh para serangga di desa
mereka. “Benar, Kakek, kami berdua pun mendengar percakapan kodok jahat itu,”
jelas Lodi dan Roro”. Paman Belalang kemudian memerintahkan kepada serangga
bahwa pada malam itu sebaiknya tidak usah menggelar pesta. Anak-anak dan telur
mereka harus dijaga baik-baik di dalam sarang oleh induknya. Sedangkan para
pejantan dewasa siap berjaga-jaga dan menyerang jika kedua kodok itu datang.
Ternyata benar, ketika malam hari tiba, kedua ekor kodok hitam itu muncul di
desa. Kodok itu pun bingung karena desa serangga yang hampir setiap malam
mengadakan pesta, tiba- tiba saja menjadi sunyi senyap.
“Serang...
!” Teriak Paman Belalang. Dengan cepat Bapak Laba-laba menjatuhkan jaring
besarnya tepat di atas kodok itu. Kedua kodok itu terperangkap oleh jaring
laba-laba. Mereka pun tidak dapat bergerak. Para penjantan semut merah dan
semut hitam mengelilingi serta menggigiti keduanya. Kodok-kodok itu teriak
kesakitan. Akhirnya, mereka menyerah dan meminta maaf kepada para serangga.
Kakek Cacing memerintahkan Bapak Laba-laba untuk membuka jaring-jaringnya. Lalu
ia menyuruh kedua kodok itu pergi dari desa serangga.
“Hore!”
Teriak para serangga ketika melihat kodok-kodok itu pergi. Sambil menari- nari
mereka mengangkat tubuh Paman Belalang dan melempar-lemparnya ke udara. Kakek
Cacing mengucapkan terima kasih kepada Paman Belalang yang sudah menyelamatkan
desa. Semenjak itu, Paman Belalang tidak menjadi pemurung lagi. Ia menyadari
dirinya masih berguna walaupun telah kehilangan kakinya. Setiap malam ia pun
bergabung dengan para serangga lainya untuk berpesta. Paman Belalang selalu
bermain gitar dan bernyanyi riang. Para serangga pun sangat menyukainya. begitu
juga dengan Lodi dan Roro yang sekarang menjadi sahabat paman. Mereka selalu
ikut bertualang dengan Paman Belalang dan perahunya.
Persahabatan yang Menguntungkan
“Loli Jerapah dan Kenca
Kucing”
Disebuah hutan yang indah terdapat
sebuah desa kecil yang damai, yang bernama desa helop. Disitulah hidup seekor
jerapah yang berbadan besar dan tinggi, jerapah tersebut bernama Loli. Loli ini
hidup seorang diri tanpa ada yang menemani.
Pada suatu hari, Loli pergi ke kota
untuk mencari pekerjaan. Dia sangat
ingin bekerja, karena dia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, tapi dia mengingginkan
pekerjaan yang layak dan tidak merugikan orang lain.
Masalahnya, karena badanya yang besar
dan tinggi dia sulit untuk melakukan suatu pekerjaan. Dia mencari kesana kemari
pekerjaan tapi apa hasilnya, hasilnya nihil, tidak ada yang mau menerimanya. “
Hemm,, apa yang harus aku lakukan setiap aku melamar pekerjaan pasti tidak
diterima, alasanya sama badanku terlalu besar dan tubuhku terlalu tinggi” guman
Loli, sambil melihat lihat sekelilingnya.
Pada suatu ketika, Loli bertemu dengan
seekor kucing, yang sedang memanjat pohon apel. Kucing itu bernama Kenca. Kenca
merupakan salah satu kucing yang bekerja di kebun apel milik pak gajah.
“ Hai, teman!” sapa Loli dengan senyuman.
“Hai,” sahut kenca si kucing.
“Sedang apa kamu disitu?” Tanya Loli dengan agak
binggung.
“Oh,, aku sedang memetik buah apel, apa ada yang
bisa saya bantu?
“Aku datang kemari untuk mencari pekerjaan, apakah
disini ada pekerjaan yang layak untukku?” Tanya lagi si Loli.
Kenca pun turun dari pohon apel tadi.
“Mari ikut saya,,!” Ajak kenca,,
Kenca menjelaskan semua tentang
pekerjaan yang ada di kebun apel. Ternyata dari semua pekerjaan yang dijelaskan
ada satu pekerjaan yang membutuhkan pekerja. Dan ternyata pekerjaan itu cocok
untuk Loli si jerapah.
“ Terima kasih atas bantuan kamu, kalo tidak
ada kamu pasti aku belum mendapatkan
pekerjaan atau bisa saja tidak mendapatkan pekerjaan”
“Oh,, iya sama sama, aku senang bisa membantu kamu”
Akhirnya, mereka selalu bekerja sama.
Banyak sekali pekerjaan menunggu tenaga mereka. Mereka senang karena selalu
mendapat permintaan apel yang banyak. Hal itulah yang membuat mereka bahagia.
Selain bisa membantu yang lain, mereka juga bisa mengumpulkan uang yang banyak
untuk ditabung atau yang lainnya.
Semoga bermanfaat!
0 komentar:
Posting Komentar